Mengatur anggaran pribadi bukan sekadar soal mencatat pemasukan dan pengeluaran. Lebih dari itu, ini tentang menyusun prioritas hidup agar berbagai kebutuhan penting bisa terpenuhi dengan baik. Tiga pos pengeluaran yang paling krusial yaitu pendidikan, kesehatan, dan keuangan secara umum, ketiganya sering kali saling bersinggungan dan membutuhkan perhatian khusus.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024, pengeluaran riil per kapita Indonesia tercatat sebesar Rp 12,34 juta per tahun, atau sekitar Rp 1,03 juta per bulan. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya dan mencerminkan peningkatan konsumsi masyarakat seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Jika dianalisa pengeluaran tersebut mencakup : 50,10% dari total pengeluaran untuk makanan dan 49,90% untuk lain – lain. Sehingga diperlukan cara menyusun anggaran yang tepat, agar ketiganya bisa dikelola secara seimbang tanpa mengorbankan satu sama lain.
Langkah awal dalam mengatur anggaran adalah memahami kebutuhan yang benar-benar penting. Pendidikan dan kesehatan merupakan bentuk investasi jangka panjang, sementara pengelolaan keuangan pribadi secara keseluruhan menentukan kestabilan finansial di masa depan.
Buat daftar kebutuhan pendidikan dalam setahun, mulai dari uang pangkal, SPP, hingga biaya tambahan seperti buku atau les. Tentukan estimasi total, lalu bagi menjadi cicilan bulanan agar terasa lebih ringan. Bisa juga memanfaatkan tabungan pendidikan atau simpanan berjangka untuk membantu perencanaan.
Alokasikan dana khusus kesehatan minimal 5–10% dari penghasilan bulanan. Simpan di rekening terpisah agar tidak tercampur dengan dana kebutuhan lain. Lengkapi juga dengan asuransi atau BPJS untuk meminimalkan risiko pengeluaran besar secara tiba-tiba.
Gunakan metode otomatis: begitu gaji diterima, langsung alokasikan minimal 10–20% ke rekening tabungan atau platform investasi yang terpercaya. Bisa dimulai dari produk sederhana seperti tabungan berjangka, emas digital, atau reksa dana pasar uang.
Langkah-langkah sederhana ini akan sangat membantu dalam membentuk pola pengelolaan keuangan yang terarah dan bertanggung jawab.
Pendidikan menjadi salah satu pilar utama dalam perencanaan keuangan. Baik untuk diri sendiri maupun keluarga, biaya pendidikan sering kali meningkat setiap tahun.
Uang sekolah/kuliah
Biaya buku dan perlengkapan belajar
Kursus atau pelatihan tambahan
Transportasi dan kebutuhan penunjang lainnya
Sisihkan minimal 10–20% dari penghasilan untuk pos pendidikan.
Manfaatkan program beasiswa atau cicilan pendidikan jika tersedia.
Gunakan tabungan pendidikan atau reksa dana khusus pendidikan untuk kebutuhan jangka menengah hingga panjang.
Kesehatan adalah aset yang sering kali baru disadari nilainya saat terganggu. Karena itu, merencanakan anggaran kesehatan sama pentingnya dengan anggaran lainnya.
Premi asuransi atau iuran BPJS
Biaya rawat jalan dan obat-obatan
Pemeriksaan rutin dan tindakan preventif
Dana darurat untuk kondisi medis mendadak
Gunakan asuransi untuk mengurangi risiko biaya besar secara mendadak.
Sisihkan dana khusus kesehatan setiap bulan di rekening terpisah.
Lakukan pemeriksaan kesehatan rutin agar potensi penyakit bisa terdeteksi lebih awal.
Agar anggaran berjalan lancar, penting untuk memiliki sistem yang terorganisir. Salah satu cara yang populer adalah metode 50/30/20:
50% untuk kebutuhan pokok (termasuk pendidikan dan kesehatan)
30% untuk keinginan atau gaya hidup
20% untuk tabungan, dana darurat, dan investasi
Catat semua pengeluaran harian, mingguan, dan bulanan.
Gunakan aplikasi pencatat keuangan agar lebih mudah dianalisis.
Sisihkan dana darurat minimal 3–6 bulan dari total pengeluaran rutin.
Berikut ilustrasi sederhana anggaran bulanan dengan gaji Rp6.000.000:
Pos Pengeluaran | Jumlah (Rp) |
---|---|
Pendidikan | 800.000 |
Kesehatan | 500.000 |
Kebutuhan Pokok | 2.500.000 |
Tabungan & Investasi | 1.200.000 |
Kebutuhan Lain/Gaya Hidup | 1.000.000 |
Setiap orang tentu memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga tabel ini hanya bersifat panduan awal. Penyesuaian bisa dilakukan sesuai situasi dan prioritas masing-masing.
Mengatur anggaran pribadi bukan sekadar soal mencatat angka, tapi juga soal kebiasaan dan konsistensi. Ada beberapa kesalahan umum yang sering terjadi dan bisa berdampak besar pada stabilitas keuangan. Berikut penjelasannya:
Beberapa jenis pengeluaran tidak muncul setiap bulan, melainkan setahun sekali atau beberapa kali dalam setahun. Contohnya seperti daftar ulang sekolah, pajak kendaraan, iuran tahunan organisasi, atau perayaan keluarga besar.
Contoh:
Seorang kepala keluarga tidak menganggarkan biaya daftar ulang sekolah anak sebesar Rp2.000.000. Akibatnya, saat waktu pembayaran tiba, harus mengorbankan uang belanja bulanan atau bahkan berutang.
Solusi:
Buat daftar pengeluaran tahunan dan pecah ke dalam cicilan bulanan. Jika biaya daftar ulang sekolah Rp2.000.000, cukup sisihkan Rp167.000 setiap bulan selama setahun.
Dana darurat berfungsi sebagai pelindung saat terjadi hal tak terduga, seperti sakit, kehilangan pekerjaan, atau perbaikan mendadak. Tanpa dana ini, keuangan bisa langsung terguncang.
Contoh:
Seseorang mengalami kecelakaan ringan dan harus rawat jalan dengan biaya Rp1.500.000. Karena tidak ada dana darurat, harus mengambil uang dari tabungan pendidikan atau bahkan menjual aset.
Solusi:
Targetkan memiliki dana darurat setara 3–6 bulan pengeluaran rutin. Mulailah dengan jumlah kecil, misalnya menyisihkan Rp300.000 per bulan secara konsisten.
Membuat anggaran hanya akan efektif jika dijalankan dengan disiplin. Godaan untuk “melenceng sedikit” bisa berujung pada kekacauan finansial jika terjadi terus-menerus.
Contoh:
Sudah membuat anggaran belanja maksimal Rp1.500.000 per bulan, namun karena promo dan diskon, malah menghabiskan Rp2.000.000. Selisih ini mungkin terlihat kecil, tapi jika terjadi setiap bulan, dampaknya akan terasa besar.
Solusi:
Gunakan aplikasi pencatat pengeluaran harian dan tetapkan batas maksimal belanja untuk setiap kategori. Evaluasi setiap akhir pekan untuk melihat apakah pengeluaran masih sesuai rencana.
Terkadang terlalu fokus pada satu pos misalnya menabung agresif—justru membuat pos lain terabaikan, seperti asuransi kesehatan atau kebutuhan mendadak.
Contoh:
Menabung 40% dari gaji tapi tidak memiliki asuransi kesehatan. Ketika jatuh sakit, harus memakai tabungan atau bahkan utang karena biaya rumah sakit cukup besar.
Solusi:
Pastikan setiap pos penting memiliki porsi yang wajar. Gunakan prinsip keseimbangan seperti 50% untuk kebutuhan pokok, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan atau investasi.
Mengatur anggaran pendidikan, kesehatan, dan keuangan pribadi bukan tugas satu malam. Perlu komitmen dan evaluasi berkala agar setiap pos berjalan seimbang. Semakin rutin membuat perencanaan dan memantau realisasinya, semakin mudah mencapai kestabilan finansial jangka panjang.
Mulailah dari langkah kecil dan konsisten. Perubahan positif akan mengikuti seiring waktu. Untuk panduan lebih lanjut dan inspirasi manajemen keuangan sehari-hari dapat ditemukan di jokowa.com.